Enter Header Image Headline Here

Sabtu, 11 Februari 2017

Serpihan Rindu



Jarum jam sudah menunjuk angka 10.15 menit. Langit masih saja gelap berselimut awan hitam pekat. Mentari entah kemana. Sedari tadi tak nampak senyumnya. Sedikitpun. Tak perlu menunggu lama, sekitar 5 menitan hujan turun deras. Diiringi suara petir sahut menyahut memecah keheningan. Kupandangi rintik hujan dari balik jendela sembari mendekap sebuah pigora kecil kira kira ukuran 5R.
Sebuah pigora yang di sisi kanan atas ada motif bunga sedang di sisi kiri tengah ada tulisan Joger. Ya, hadiah dari Kinan yang dibelinya sewaktu dia rekreasi ke Bali. Isi pigora? Sebuah foto. Foto penuh kenangan. Kenangan manis (bagiku). Rasanya seperti mimpi. Kutatap foto itu sekali lagi. Tidak, An. Kau tidak sedang bermimpi. Nyata. Itu kau yang disana, dan itu mereka. Kinan juga Reza. Adik adikmu, yang begitu kau rindukan dan kau telah bertemu. Singkat memang, tapi tetap terasa manis. Indah. Ahh Kinan, Rezaaa.

*******

"Mbak, ayolah. Dateng ya, pleaseeee!”
Suara Kinan di ujung telepon sana.
"Aduuh, gimana ya? Pengen sih. Tapi, besok Mbak harus kerja. Ngga bisa bolos soalnya udah 3x absen," sahutku.
"Mbaaak, kalau bukan besok aku ngga tau kapan lagi. Ini kesempatan kita ketemu. Ayolah."
Aku menarik nafas pelan,
"Insyaallah, Mbak usahain tapi ngga janji lho yaa. Semoga Allah ridho."
"Iyaaa Mbakk... Aamiin. Aku tunggu," sahutnya setengah berteriak. Telepon ditutup.
Gimana ya? Ngga mungkin juga aku bolos kerja bisa-bisa gempa lagi di tempat kerja alias konser dadakan bos-ku. Ya, dimarahin. Kalau yang kena marah cuma aku, okelah. Tak apa. Lha ini... biasanya kalau satu dimarahin, semua karyawan juga kena marah. Kasiaan. Tapi bagaimana lagi, aku sudah sangat menantikan ini. Kesempatan di depan mata. Haruskah kubiarkan saja?
Ahh, Rabbi...  
Beberapa detik kemudian. Cliiingg! Ide muncul. Tukar shif kerja aja, An. Ahaaa! Iya, tukar shif kerja. Ey, tapi mau ngga ya? Tak ada salahnya dicoba.
"Say, besok aku tuker shif dong. Bisa ngga? Soalnya ada keperluan. Penting." 
"Ngga papa Mbak An. Bisa kok. Tapi Mbak An yang ngomong ke bos ya kalo kita tukeran shif kerja. Kan mbak tau sendiri, Bu bos kalooo..."
"Okee, aku paham kok. Makasih ya?"
Yesss! Sekarang izin sama atasan nih. Aduuh ... Harus yakin. Bismillah.
"Ibu, maaf ganggu waktunya. Bu, besok saya mau tukeran shif kerja sama Silvi. Boleh Bu ya? Soalnya besok siang saya ada perlu. Penting. Boleh kan, Bu? Pleasee …" Tak lama kemudian sms dibalas.
"Oke boleh."
Alhamdulillah.

Kinan ... Reza ...

******

Pagi yang cerah. Mentari tersenyum hangat. Seakan dia pun tau hatiku sedang berbunga-bunga. Ngga sabar rasanya menanti jam segera berputar. Beberapa kali kulirik jam tangan ungu kesayangan yang melingkar di pergelangan lengan kiri. Masih jam 9 pagi. Ah, masih harus nunggu beberapa jam lagi nih. Sabarlah, An.
“Mbakk, kenapa senyum-senyum gitu? Kayak orang gila tahu. Persis," ucap Mbak Rena. Rekan kerja. Aku menoleh. Hanya tersenyum.
"Ihh, Mbak Ana. Aneh. Padahal ini juga masih hari selasa belum malam Jum'at."
"Apa hubungannya?" Tanyaku.
"Yaa kan kalo malam Jum'at wajar senyum-senyum ngga jelas gitu. Orang juga udah paham pasti lagi kesurupan tuh. Lha ini masih juga hari Selasa, masak iya udah kambuh aja kesambetnya. Paraaah tuh," jawab Mbak Rena sambil menunjuk ke arahku.
"Enak aja." Mbak Rena tertawa kecil.
"Tumben, tuker shif kerja?" tanya Mbak Rena.
"Ho'oo ... Soalnya ntar siang mau ketemuan samaaa ..."
"Siapa?"
"Mau tahu? Ayo ikut."
"Hmmm.Ya, ngga bisalah. Bisa gempa dong kalau aku ikutan, kayak ngga tahu aja."
"Heehee, iya sih."
"Mau ketemu siapa sih?"
"Ada deh. Rahasia!" Ujarku. Kemudian aku berlalu meninggalkan Mbak Rena yang keliatan penasaran.
Lha kok sekarang mendung? Mana gelap banget lagi. Alamat nih ... Tapi, semoga saja tidak akan deras hujannnya. Hatiku berdebar. Hp bergetar. Sms masuk. Reza.

"Mbak, nanti jadi dateng kan?" Jawab apa ya? Pengen sih, dateng. Pengen banget. Kalau hujan deres, gimana?
"Insyaallah," kubalas singkat.
"Aku tunggu lho, Mbak"
 Dan akhirnya, hujan pun turun juga.
"Mbak, udah berangkat?" Sms dari Kinan.
"Belum Dek. Masih di tempat kerja. Nanti insyaallah usai sholat dzuhur Mbak berangkat. Tapi disini sekarang hujan."
"Yaaah gimana dong? Tetep jadi dateng kan, Mbak? Ayolah, pleaseee!"
"Ngga tahu. Insyaallah, Mbak usahainlah."
"Beneran ya? Semoga ujannya segera reda."
Tak kubalas lagi sms Kinan. Sudah mau masuk waktu dzuhur. Hujan masih turun, namun memang tak sederas tadi. Langit juga masih belum mau tersenyum. Mendung.
Sekitar 30 menit kemudian, suara adzan sudah terdengar. Aku segera ambil wudhu, lantas menunaikan sholat dzuhur. Dalam sujud, kukatakan segala hasrat yang tersimpan dalam hati. Seusai sholat, hati terasa lebih tenang. Aku melepas mukena, kulipat rapi sebelum aku masukkan ke dalam tas. Kuambil kaca yang memang ada di tas kerjaku lengkap dengan perlengkapan make up lainnya, seperti bedak, lipstik dan kawan kawannya. hehe.  Kusapukan sedikit bedak ke muka. Sedikit lipstik, sedikit eye shadow warna kalem. Tidak mencolok. Kupilih warna agak kecoklatan agar terkesan natural. Kusematkan bros di kerudung lalu kupakai blazer warna hitam. Sudah cukup rapi. Berangkat. Bismillah…
Alhamdulillah. Hujan sudah reda. Hanya sedikit rintik gerimis menemaniku menunggu angkot siang itu. Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya dapat angkot juga. Kupilih duduk di bangku panjang sebelah kiri tepat dekat pintu, kuarahkan pandangan ke jalan raya. Cukup macet.


*******

Belum ada setengah jalan. Hujan turun lagi. Tidak deras memang. Jalanan yang memang dipadati kendaraan mulai roda dua hingga roda empat, ditambah genangan air di jalanan yang volumenya cukup tinggi. Kira-kira setengah betis orang dewasa. Arus lalu lintas jadi makin macet. Belum lagi ada beberapa kendaraan yang mogok. Macet bukan pemandangan yang aneh di kotaku. Dari pagi buta hingga malam jalanan selalu padat apalagi di jam-jam kerja. Kalau weekend, memang jalanan tidak terlalu padat tapi sering juga macet. Menyebalkan! Hal yang paling tidak kusuka. Macet lagi, lagi, dan lagi. Kulirik jam, sudah hampir 45 menit aku di dalam angkot. 
"Mbak aku udah nyampe. Mbak dimana?" Suara Kinan di ujung telepon.
"Masih di jalan. Kena macet."
"Masih jauh ya? Ini aku sekarang lagi makan siang bareng temen-temen sama guru guru juga."
"Lumayan. Tapi macetnya ini yang makan waktu. Belum mulai acaranya?"
"Bentar lagi. Kira-kira setengah jam lagi nyampe ngga mbak?"
"Lebih dari itu deh, kayaknya. Kamu balik jam berapa?"
"Jam 3-an. Mmmm, ati-ati d jalan ya mbak. Aku tunggu."
"Sampai ketemu ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."

Sudah hampir jam satu. Kurang lima belas menit. Kinan Reza, tunggu ya. Alhamdulillah angkot yang aku tumpangi nggak mogok. Angkot terus melaju. Langit mulai agak cerah. Awan hitam pekat mulai berkurang. Gerimis sudah berhenti.  Sekitar setengah jam, nyampe juga di terminal. Sudah semakin dekat. Selangkah lagi. Aku harus naik angkot satu kali lagi untuk sampai ke Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, menemui adik-adikku. Setahun lebih menanti. Sebentar lagi, An ...

*****

Angin berhembus semilir. Dedaunan melambaikan tangannya. Rumput hijau di lapangan bergoyang pelan. Beberapa mahasiswa lalu lalang di sekitarku. Ada yang duduk santai di masjid, ada yang nongkrong di pinggir lapangan dan ada juga yang nangkring di pos security. Ngobrol dengan pak satpam. Entah apa yang mereka bicarakan. Sedang aku? Aku memilih duduk di pinggir lapangan tepat sebelah selatan masjid. Duduk sendirian. Karena, orang yang akan aku temui masih di ruang auditorium. Ya, mereka di sini untuk study observasi. Hp-ku bergetar. Sms masuk. 
"Mbak, tunggu ya? Palingan bentar lagi selesai." Aku tersenyum. Segera kuketik 
"Oke."
Beberapa menit kemudian, Reza sms.
"Mbak udah nyampe? Kami sekarang lagi di ruang auditorium. Tapi, bentar lagi kayaknya selesai."  
"Udah. Nih duduk di pinggir lapangan. Mbak tunggin kok ... :)"
Ku arahkan pandangan kesekitar. Duduk sendirian tanpa teman ngga enak juga. Ada bus, sekitar 6 bus. Banyak juga. Mungkin itu bus yang dinaiki Kinan, Reza dan rombongannya. Langit mulai mendung lagi. Hujan ngga ya?  Hp-ku berdering. 
"Iya, Mbak. Assalamu'alaikum. Kamu dimana? Udah keluar kelas?"
"Wa'alaikumsalam. Udah, Mbak. Mbak Ana sekarang di sebelah mana?" Sahut Mbak Evi.
Mbak Evi ini temen kerjaku juga. Dia kerja sambil kuliah. Kebetulan kuliahnya di sini, di UIN Sunan Kalijaga. Tadi, sewaktu aku udah nyampe aku sms Mbak Evi. Sayangnya, dia masih ada ujian. Jadi nunggu sendirian ditemani hembusan angin yang lembut.
"Sebelah selatan masjid, Mbak. Pinggir lapangan. Pake rok merah, blazer item, terus ..."
"Ohh iya, Mbak. Aku lihat kok. Aku ada di parkiran motor nih. Coba balik badan. Liat ke kanan."  
Aku berbalik badan. Kulihat Mbak Evi melambaikan tangan sambil senyum. Kubalas lambaian tangannya sambil tersenyum ke arahnya. Dia memakai baju kotak-kotak lengan panjang dipadu kerudung warna senada, kuning. Cukup mencolok, jadi gampang deh liatnya. Hehe. Telepon kututup. Aku beranjak dari tempat dudukku. Ku langlahkan kaki menuju Mbak Evi yang ada di sisi timur masjid, dia berdiri di area parkir.
"Sorry ya, Mbak. Ngga bisa nemenin tadi. Ulangannya baru selesai," ujarnya. Kami berjalan pelan beriringan menuju pintu masjid sebelah timur. 
"Nyantai aja. Gak papa, Mbak. Eh ya, mana tuh yang namanya Ilham? Kenalin dong," aku sedikit menggoda Mbak Evi. Mukanya bersemu merah.
"Ahh, Mbak nih." Ditutup wajah manisnya dengan kedua telapak tangan. Kusenggol lengan kirinya. Aku tersenyum. Sesaat kemudian, Mbak Evi tersenyum. Kami masih berjalan pelan sambil ngobrol ringan. Beberapa siswa-siswi berjas hijau tosca keluar berhamburan dari ruang auditorium. Kinan? Reza? Mana yaa? Aku dan Mbak Evi saling memandang.
Kemudiaannn ...

Bruk! Ada seorang gadis yang tiba-tiba menubrukku. Tangannya melingkar erat di punggungku. Dia memelukku. Gadis itu perawakanmya tak terlalu tinggi. Terpaut beberapa senti denganku. Tubuhnya tidak gemuk. Langsing sepertiku. Sedikit kaget. Hingga beberapa detik kemudian, Kinan? Diakah? Aku balas pelukannya. Aku mendekapnya. Pelan kudengar, ada suara terisak. Ah ...Jangan, An. Tahan. Kau tak boleh menangis. Ku pejamkan mata sesaat. Lalu kuusap air matanya.
"Heeei, lha kok mewek. Dilihatin banyak orang tuh. Ayo duduk di sana."  
Kami berjalan beriringan. Aku masih memeluknya. Kami duduk di atas anak tangga masjid sisi timur, dekat area parkir.
Ya, dia Kinan. Orang yang begitu kunantikan. Setahun lebih berteman dengannya, akhirnya kali ini aku bisa bertemu dengannya. Dalam nyata. Aku memeluknya. Memandang wajahnya yang polos. Matanya yang lembut. Senyum manisnya. Menggenggam jarinya. Rabbi ... Masih sulit kupercaya.
Kami kenal lewat chat di dunia maya. Facebook. Awalnya biasa saja. Nothing special. Hingga semakin lama mengenalnya, aku mulai sayang padanya. Sayang bukan hanya sekedar teman, tapi seperti keluarga. Bagiku dia sama dengan adik kandungku. Alasannya? Entahlah. Aku hanya tahu rasa sayang itu ada untuknya. Sosoknya sederhana dan terkadang hobi jahilin orang, bikin gemess. Pandai menulis puisi. Kami sempat beberapa kali berkirim surat. Kini, dia ada disampingku. Masih sulit percaya.
Ana, sadarlah ... itu Kinan. Gadis yang kau rindukan, sayang.
Lihatlah! Matanya, senyumnya, wajahnya. Semuanya. Dan, hei, hampir lupa. Di sebelah kananku duduk seorang laki laki, perawakannya tinggi kurus. Berkacamata. Reza. Aku menoleh ke arahnya. Kujabat tangannya. Dijabatnya balik tanganku sembari tersenyum.
Allah ... aku membatin. Hening sesaat. Ternyata Kinan pemalu. Tapi kalo di telpon atau sms, lancar bener ngomongnya. 
"Tadi dari sekolah berangkat jam berapa?" Tanyaku memecah keheningan.
"Jam 6 kalo ngga salah. Eh, Mbak pangling lho liat Mbak. Beda sama foto," ujar Reza. Dia lebih terlihat santai walaupun masih agak canggung. Mungkin baru pertama ini kopi darat. 
"Oh yaa? Aslinya jauh lebih manis lebih muda ya?" Sahutku. Aish, narsisnya kambuh nih. Reza tertawa kecil. Kinan tersenyum. Akhirnya, kulihat juga senyum manisnya yang selama ini hanya terbayang di pelupuk mata. Kami ngobrol ringan. 
"Mbak rumahnya jauh tho dari sini?" Tanya Kinan.
"Lumayan," jawabku sembari tersenyum. 
"Ihh kenapa sih kok keliatannya tegang gitu. Udah ah, biasa aja lagi. Nyantai," lanjutku. Mereka hanya tersenyum.
Lalu ...

"Mbak aku tinggal ke toilet ya?" Mbak Evi pamit.
"Mbak, boleh foto bareng?" Pinta Reza padaku. Aku mengangguk pelan sambil tersenyum manis. 
"Ki, tolong dong fotoin kita," ujar Reza pada temannya yang tak jauh dari kami. Temannya mengangguk sambil mengacungkan jempolnya. 1,2,3 ... dan klik. Klik. 2x jepret.

Ngga terasa sudah 5 menit kami bersama, rasanya baru sedetik. Mereka harus pergi. Kumohon, jangan. Sebentar saja. Aku masih ingin bersama kalian. Tetaplah disini, walau hanya 5 menit lagi. Sayang, kalimat itu hanya mampu kukatakan dalam hati. Bibirku terkunci. 
"Mbak, maaf tapi kita harus balik. Udah ditungguin," ujar Reza. Kupandang mereka bergantian. Kinan, kulihat sepertinya dia masih enggan beranjak. Lebih tepatnya masih ingin disini.
"Alaaahhh, Za. Bentar dulu, knapa sih?" Ucap Kinan manja pada Reza.
"Kinan ... Emang kamu mau kita ditinggalin disini?" Jawab Reza. Sorot matanya menyiratkan agar Kinan bisa paham sikon. Aahh, jangan sekarang. Sebentar lagi saja. Kumohon. Lagi-lagi aku hanya bisa membatin. An, kau tidak bisa egois. Biarkan mereka pergi. Mereka harus selesaikan tugasnya. Sudahlah. Aku dan Kinan berpelukan sekali lagi.
"Mbak, aku balik ya. Makasih," ucap Kinan terbata. Aku diam. Hanya mengangguk. Rasanya berat melepas pelukan ini. Hampir saja air mataku jatuh tapi masih bisa kutahan.
"Kita balik ya, Mbak." Reza menimpali.
"Hati hati ya ..." Jawabku singkat.
Mereka berjalan beriringan. Berlalu dari hadapanku. Mereka berjalan menuju bus di sebelah selatan lapangan. Sementara aku? Aku masih tetap duduk manis di atas anak tangga. Aku memandangi mereka. Mereka menoleh sesekali sambil terus berjalan. Ingin rasanya aku berlari mengejar mereka. Menghentikan langkah mereka. Kinan ... Aku masih ingin memelukmu. Sekali lagi. Berhentilah ...
Aah Ana, Syukuri saja. Walau hanya 5 menit. Kupejamkan mata. Air mataku akhirnya jatuh. Air mata haru bercampur bahagia. Pelan, kuusap bulir bening yang menetes di pipi. Aku berdiri. Berjalan kearah selatan masjid. Bus mulai jalan satu persatu hingga bus ke enam keluar dari komplek UIN Sunan Ampel. Selamat jalan, Kinan Reza ... Semoga perjalanan kalian indah dan lancar. Aku akan sangat merindukan kalian. Oh, Allah. Kau memang Luar biasa. Allahu Akbar. Terimakasih, Rabbi....
Suatu saat kita akan berjumpa lagi. Insyaallah...
Aku menunggu kalian... Kinan ... Reza....

Masjid UINSA, 22 April 2014
## END ##
Tulisan dari Mbak Asmaul Husna, (tokoh Ana dalam cerita)

0 komentar:

Posting Komentar

Ia menjauh dari rindu yang tak pernah pulang. Pergi, melepaskan

Popular Posts