Aku dan Kereta Tua
Ini tentang penantian
Di kota tua yang
menua
Gemerlap dunia
semakin menggila
Tawa-tawa membahana
di angkasa
Sedang doa meruduk
dalam tanah gersang
Wahai jiwa, apakah
kau lupa?
Tentang akhir dari
semua
Yang setiap saat
memburu jiwa
Tubuh terhempas
dalam buaian sesaat
Kadang hilang arah
hingga tersesat
Wahai jiwa, apakah
kau lupa?
Jiwa kita bagai
petani di ladang bumi
Lalu benih apakah
yang telah kita semai?
Intan permata
ataukah lumpur benoda hitam?
Aku yang dulu putih
suci, sekarang gelap bernoda
Waktu yang tersisa,
mampukah mengembalikan semua?
Wahai jiwa, apakah
kau lupa?
Pemutus nikmat
datang kapan saja
Mengakhiri
segalanya tanpa sisa
Teman?
Sipakah yang menemani
kita?
Ibu? Ayah? Sahabat?
Bukan itu semua....
Amal kita
Bagaimana kabar
amal kita?
Jawablah dalam hati
Ini tentang
penantian
Di kota tua yang
semakin menua
Lama atau sebentar
tak ada yang tahu
Kereta kencana
pasti menjemput
Tak peduli, siapkah
kita atau tidak
Ia kan datang
semaunya
Wahai jiwa,
kembalilah dengan hati yang tenang
Kembalilah dengan
wajah yang ikhlas
Kembalilah dengan
husnul khotimah
“Ya Allah biha, ya
Allah biha. Ya Allah bihusnil khotimah, ya Allah bihusnil khotimah.”
Jember, 12 Maret
2016
masyaAllah, :( hidupku saat ini belum memeiliki amal yang pantas untuk menjemput akhiratku, dunia ini terang tapi hakikatnya diriku sedang ada pada kegelapan :(
BalasHapusHu'um... benar Za, ibarat kita hanya mampir berteduh, minum seteguk air dari telaga. Cepat sekali perjalanannya, lalu apa bekal apa yang telah kita bawa?
HapusHu'um... benar Za, ibarat kita hanya mampir berteduh, minum seteguk air dari telaga. Cepat sekali perjalanannya, lalu apa bekal apa yang telah kita bawa?
BalasHapus