Enter Header Image Headline Here

Sabtu, 12 Maret 2016

Aku dan Kereta Tua


Ini tentang penantian
Di kota tua yang menua
Gemerlap dunia semakin menggila
Tawa-tawa membahana di angkasa
Sedang doa meruduk dalam tanah gersang
Wahai jiwa, apakah kau lupa?
Tentang akhir dari semua
Yang setiap saat memburu jiwa
Tubuh terhempas dalam buaian sesaat
Kadang hilang arah hingga tersesat
Wahai jiwa, apakah kau lupa?
Jiwa kita bagai petani di ladang bumi
Lalu benih apakah yang telah kita semai?
Intan permata ataukah lumpur benoda hitam?
Aku yang dulu putih suci, sekarang gelap bernoda
Waktu yang tersisa, mampukah mengembalikan semua?

Wahai jiwa, apakah kau lupa?
Pemutus nikmat datang kapan saja
Mengakhiri segalanya tanpa sisa
Teman?
Sipakah yang menemani kita?
Ibu? Ayah? Sahabat?
Bukan itu semua....
Amal kita
Bagaimana kabar amal kita?
Jawablah dalam hati

Ini tentang penantian
Di kota tua yang semakin menua
Lama atau sebentar tak ada yang tahu
Kereta kencana pasti menjemput
Tak peduli, siapkah kita atau tidak
Ia kan datang semaunya
Wahai jiwa, kembalilah dengan hati yang tenang
Kembalilah dengan wajah yang ikhlas
Kembalilah dengan husnul khotimah

“Ya Allah biha, ya Allah biha. Ya Allah bihusnil khotimah, ya Allah bihusnil khotimah.”

Jember, 12 Maret 2016


  3 komentar:

  1. masyaAllah, :( hidupku saat ini belum memeiliki amal yang pantas untuk menjemput akhiratku, dunia ini terang tapi hakikatnya diriku sedang ada pada kegelapan :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hu'um... benar Za, ibarat kita hanya mampir berteduh, minum seteguk air dari telaga. Cepat sekali perjalanannya, lalu apa bekal apa yang telah kita bawa?

      Hapus
  2. Hu'um... benar Za, ibarat kita hanya mampir berteduh, minum seteguk air dari telaga. Cepat sekali perjalanannya, lalu apa bekal apa yang telah kita bawa?

    BalasHapus

Ia menjauh dari rindu yang tak pernah pulang. Pergi, melepaskan

Popular Posts