Enter Header Image Headline Here

Minggu, 04 September 2016

Kisah Dua Daun Maple



Kau ingat Tuan, kisah daun maple? Aku tahu, kau sangat suka memungut daun maple di musim gugur, lalu menyelipkannya diantara lembaran buku. Membiarkannya kering. Ssst, tanpa sepengetahuanmu aku juga melakukan hal yang sama lho. Sudah berapa lembar daun yang kau simpan, Tuan?

Izinkan aku menceritakan kisah ini, Tuan. Tentang nasib dua lembar daun maple.
Bagian utara sedikit ke barat dari tanah yang kita pijak ini sedang terjadi musim gugur. Mentari bersinar cerah, langit bersih membiru terbentang luas di angkasa. Cericit burung di pagi hari menciptakan keributan yang bermelodi. Daun-daun ikhlas jatuh terhempas bebas disapu angin. Rela melepaskan diri dari ranting yang sebelumnya merengkuhnya. Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, maka jatuhlah ia ke tanah. Seakan tanah rindu pada daun, menangkap mereka menyatu pada asal. Daun yang tadinya kuning cerah, karenan terik metahari menjadi coklat kering. Ia masih utuh jatuh ke bumi.
Takdir, satu diantara ribuan daun maple yang luruh itu diambil seorang lelaki.
“Aku akan menyimpanmu, hingga kelak seseorang menukarnya dengan kawanmu.” Ia bergumam sembari menatap pohom-pohon dengan warna-warni daun yang mulai berganti warna. Kemudian dimasukkannya daum maple itu ke salah satu halaman buku catatannya.

Masih di tanah yang sama, tidak jauh dari tempat lelaki itu. Seorang gadis perantau tengah berbahagia. Menatap wewarnian daun musim gugur. Merah, kuning, jingga memanjakan mata indahnya.Ia berdiri diantara pohon maple, aras dan cemara.
Tuan tahu apa yang sedang gadis itu lakukan? Ia sedang menari-nari diantara daun yang terhempas, merentangkan tangan ke samping, menikmati hembusan angin yang menyapa kulit menembus mantel tipis yang ia gunakan. Musim gugur membuatnya bahagia. Maka, lagi-lagi tentang takdir. Beruntunglah satu di antara ribuan daun maple yang terjatuh ia memungut, lalu disimpannya dalam buku catatan, lebih tepatnya seperti buku diary-nya.
“Kau akan mempertemukan aku dengan ia yang menjagamu pula.” Gadis itu tersenyum bahagia, rona wajahnya menyiratkan suka cita, senyum mengembang tulus nan cantik dari parasnya yang sederhana.
Waktu berjalan, tidak cepat tidak pula lambat. Hingga suatu ketika waktu berbaik hati mempertemukan dua daun maple itu. Menyatukan dalam kisah cinta yang sungguh indah. Ah bukankah semua itu sudah ada yang mengatur? Bukankah nama mereka telah tertulis bahkan semenjak ia belum tercipta(?)
Lelaki itu perantau dari tanah kita, Tuan. Pun dengan gadisnya sama. Bukankah ketika Allah sudah ber-kunfayakun, maka jadilah semua. Pertemuan yang indah, dua hati yang menanti pada nama yang pasti bersatu. Dua daun maple yang menyatukan pemiliknya, membawanya pada kebahagian dunia dan akhirat kelak. (Semoga) 

Ah perasaan cinta, sama halnya dengan perasaan lain. Rasa benci, marah, menyesal, bahagia, takut, sedih dan apa saya yang bisa divisualisasikan ke dalam kata. Kesemua itu jenis perasaan yang dirasakan manusia. Efeknya saja yang berbeda. Seperti orang yang sedang jatuh cinta, ia akan bahagia juga bisa jadi sedih dalam satu waktu. Rasa marah bisa membuat kita benci pada seseorang, dan lain sebagainya.
"Sejatinya, cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita." (Tere Liye, Tentang Kamu)


 Bumi Allah, 9 Ramadhan 1437H

0 komentar:

Posting Komentar

Ia menjauh dari rindu yang tak pernah pulang. Pergi, melepaskan

Popular Posts