Enter Header Image Headline Here

Sabtu, 11 Februari 2017

Lima Menit Untuk Raina


Sedikit bingung berdiri diantara ratusan anak berjas hijau toska, termasuk aku. Kuarahkan pandangan ke segala penjuru. Mencari sahabatku, Raina.
Ahaaa! itu Raina. Dia celingukan, sepertinya sedang mencariku. Aku sedikit berlari menghampirinya. Hampir dekat. Raina menengok kebelakang. Dia tahu aku sudah ada dibelakangnya.

"Ayo Praas!" Serunya padaku. Dia berlari cukup cepat. Dengan cekatan aku mengikuti langkahnya dari belakang.
'Tenang Raina, sebentar lagi kau akan bertemu dengan seseorang, yang kau anggap Bidadari dalam hidupmu' pekikku dalam hati.
Aku sendiri juga tak sabar ingin bertemu mbak Asma. Wanita sholihah yang begitu respect terhadap semua orang, termasuk kepadaku. Kata-katanya seperti tetesan embun di pagi hari. Memberi motivasi tersendiri untukku. Motivasi ini sangat kubutuhkan, mengingat diriku yang sedang berjuang membuat perubahan untuk keluargaku.
Berawal dari perkenalan kami bertiga di dunia maya alias facebook. Raina lebih dulu kenal mbak Asma. Mereka sangat akrab, yang kutahu bahkan seperti saudara kandung. Hingga akhirnya sekitar Juni tahun lalu, Raina memperkenalkanku pada mbak Asma. Jujur, sampai sekarang aku tak mengerti jelasnya, sebab Raina mengenalkanku pada mbak Asma. Entahlah, aku tak terlalu memikirkannya. Kurasakan perteman ini mampu memberiku semangat, bukan untukku saja, pastinya Raina juga. Meskipun jiwanya tak bisa kutemui dengan mudah. Apapun itu aku ingin mengatakan ini pada mbak Asma 'Mbak, terimakasih untuk selama ini, We love you'
Terlalu lama membayangkan sosok mbak Asma, aku tak menyadari Raina sudah sampai di lapangan masjid. Sedangkan aku masih berada di kerumunan teman-temanku. Aku mempercepat langkahku. Sedikit berlari, ayo Pras sedikit lagi!

"Embaaakkk" Raina berteriak. Jiwanya terhempas pada pelukan mbak Asma.
Pelukan yang amat erat. Aku yang berdiri agak jauh dari mereka, menatapnya lekat tanpa bisa berbuat apa-apa. Mengharukan, ah mbk Asma, Raina. Raina menangis tersedu-sedu. Mungkin ini adalah salah satu moment terindah dalam hidupnya. Kulihat mbak Asma membelai pundak Raina. Matanya, aku tahu mbak Asma sedang berusaha sekuat tenaga agar pertahanannya tidak jebol di depanku dan Raina. Tangannya dengan lembut mengangkat wajah Raina. Lantas mengusap air matanya
"Sudah Nduk, cup cup cup, udah gede kok mewekan ki piye tho?" Hiburnya pada Raina. Aku tersenyum. Jujur aku bingung apa yang harus kulakukan. Sedari tadi hanya berdiri seperti patung, menyaksikan pertemuan ini.
'Raina jangan menangis, gak malu apa dilihat orang banyak' gerutuku dalam hati.
"Ehem," aku berdehem. Hehe biar dianggap sedikit gitu. Dari tadi didiemin sendiri. Mbak Asma menatapku. Tersenyum.
"Oh ini Pras ya? Tinggi banget dek?" Lantas mengulurkan tangan untuk bersalaman.
Aku menyambut salamnya. Hanya diam sambil tersenyum.
"Ayo sini duduk," tambah mbak Asma, sambil menuntun Raina duduk.
Kamipun duduk di emperan masjid. Hening untuk beberapa saat. Tak tau harus berkata apa. Sebenarnya aku bukan tokoh penting dalam pertemuan ini. Hanya sekedar menemani Raina. Diam mungkin baik. Memberi celah mereka berdua untuk 'temu kangen' hehe. Aku memperhatikan mereka yang sedang mengobrol, tetapi tak ikut bicara. Melihat Raina tersenyum membuat hatiku lega. Tangisnya sudah reda, hanya sedikit terlihat merah di matanya.
"Kok diem aja sih profesornya?" Mbak Asma mengajakku bicara.
"Hehe, bingung mbak mau ngomong apa. Ah jangan panggil gitu. Doain aja ya. Oya mbak, pangling lihat sampean. Sedikit berbeda dengan yang di foto" jawabku sekenanya.
"Loh masa iya? Awet mudakan? Hehe Kira-kira nanti mau kuliah disini gak Pras?" tanyanya padaku.
"Hehe, pengennya sih di Surabaya, tapi bukan di sini. Mungkin di UNESA Mbak"
Kulihat jam ditangan kiriku. Lima menit berlalu. Dengan sangat berat
hati harus kusudahi pertemuan ini. Rombongan kami (Aku dan Raina) akan
lanjut perjalanan menuju Pelabuhan Ketapang. Tak lupa, aku meminta foto
bertiga. Ini akan menjadi kenangan untuk kita, terutama Raina. Dua kali klik berhasil mengambil gambar kami. Mbak Asma duduk di tengah.
Bagaimanapun akhirnya, aku harus mensyukuri kesempatan ini. Ya, walau
hanya lima menit. Lima menit untuk Raina. 'Aku tahu Na, ini kurang bagimu, tapi bagaimana lagi? Kita harus segera balik ke bus. Semoga Allah memberikan kesempatan yang lebih lama lagi untukmu' Bisikku dalam hati.
 "Mbak kita balik dulu ya?" ucapku sebagai tanda perpisahan.
"Sebentar lagilah Pras? Itu masih ada anak yang belum masuk bus" Raina merengek padaku. Tapi aku bisa apa. Raina ayolah, sudah mulai sepi nih! "Kamu mau tak ditinggal disini?" tanyaku padanya.
'Maaf Na, aku tahu kau tak ingin menyudahi pertemuanmu secepat ini. Tapi...'
Raina diam. Pandangannya tertuju ke depan. Sedih.
"Yowis, ayo" katanya, menyetujui perpisahan ini. Sekali lagi Raina memeluk mbak Asma. Rasanya tak ingin Raina melepaskannya.
'Jangan menangis lagi ya Na, aku yakin Allah akan memberi kesempatan lagi untukmu' Doaku dalam hati. "Assalamualaikum" ucapku dan Raina hampir bersamaan. Kami tersenyum.
Senyuman yang terakhir untuk mbak Asma.
"Wa'alaikumsalam, hati-hati dijalan ya dek Pras, dek Na. Have fun ya di Bali" Kujabat tangan mbak Asma, bergantian dengan Raina.
Aku berjalan lebih dulu, sedangkan Raina masih memasukkan sepatu ke kakinya.
"Prasss, tungguin Tuan Putrinya dong. Hehehe" Aku menengok ke belakang, ah mbak Asma becanda mulu. Kutanggapi dengan senyuman saja. Hihi Aku berjalan di depan Raina. Raina lebih banyak diam dan menunduk.
"Na, aku pengen kasih kado buat mbak Asma. Kira-kira yang cocok buat dia apa ya?" Kupecahkan keheningan ini agar suasana tidak tegang.
"Buku aja Pras" jawabnya sambil mendongakan sedikit kepalanya menghadapku. Maklum, tinggi kami terpaut cukup jauh.
"Buku? Bukunya siapa? Aku gak tau mbak Asma suka buku yang bagaimana" Alisku menyeringai, mengundang tanda tanya. Raina berjalan menjajariku dan berkata,
"Gampanglah, aku tahu. Besok-besok aku cari info yang lebih lengkap lagi Pras"
"Oke siiip, Terimakasih ya" jawabku singkat. Raina hanya tersenyum.
"Gimana? Udah puas belum ketemu mbak Asma?" tanyaku. Aku tahu jawabannya pasti belum.
"Belum Pras, ayo balik lagi?" Raina menjawab pertanyaanku sambil melihat ke arah mbak Asma. Aku mengikutinya. Kulihat mbak Asma masih duduk disana. Seperti sedang melihat kami juga.
"Monggo kalau mau kesana lagi, tapi aku tetep ke bus. Hehe. Sudahlah Na, syukuri pertemuan ini walau hanya lima menit. Aku yakin Allah akan memberi waktu yang lebih lama lagi suatu saat nanti" Aku berusaha menghiburnya.
"Ya Pras, aku akan selalu berdoa untuk itu" Aku mengangguk, sebagai tanda mengakhiri percakapan kami. Lantas melanjutkan perjalanan kita menuju bus.
Alhamdulillah, percakapan kami berakhir tanpa sia-sia.
'Na, terimakasih kau telah mengenalkan Bidadarimu padaku. Embak, thanks for all.
ALLAH jaga Ukhuwah ini. Amiin'



0 komentar:

Posting Komentar

Ia menjauh dari rindu yang tak pernah pulang. Pergi, melepaskan

Popular Posts