Enter Header Image Headline Here

Jumat, 09 September 2016

[Maaf]

Terkadang kata 'maaf' bagi orang dewasa akan sedikit berefek pada perubahan sikap mereka. Entah menjadi dingin, atau tidak mau saling menyapa. Memilih menghindar. (Tidak selalu seperti itu sih)
Tapi kata maaf bagi dua bocah kecil ini akan mengembalikan keceriaan mereka dari yang salah satunya menangis, kembali melupakan kesedehiannya. Haha, ah dasar anak kecil. Dunia mereka selalu diisi bermain, belajar, menangis,  dan untuk kemudian melupakan rasa sakit karena jatuh serta air mata yang sempat menetes.


Mereka adalah dua ponakanku, namanya Naufal Akbar Alfarizqy (kiri) dan Muhammad Abidzar Fauzi (kanan). Manusia yang paling dirindukan kalau jauh dari rumah. Rindu celoteh mereka, rindu tingkah nakal dan menggemaskannya.
Namanya juga anak kecil, pasti wajarlah kalau kadang berantem (sering malah, kayak aku dan ibunya dulu hha). Entah merebutkan mainan atau apa. Kalau sudah ribut rebutan mainan, ibunya pasti menyuruh si kakak mengalah.

"Ngalah Mas sama Dedek, main yang lain. Mas pinter lho."
Dengan wajah cemberut dan berat hati, si kakak pun memberikan mainan itu pada adiknya. Dia cukup paham arti mengalah. (meski kadang juga gak mau ngalah)
Selain si kakak yang lebih sering 'ngalahan', dia pun suka usil ngerjain adiknya. Ntah diganggu kalau sedang main apa, atau tiba-tiba merebut mainan si adik. Adiknya lari, mengejar mas, dengan gaya menakut-nakuti kakak, menutup mulutnya dengan dua telapak tangan dan meraung-raung seperti harimau.

"Ngau... Ngau." Suara yang keluar dari pita suaranya. Si kakak malah senang, tertawa jahil. Berlari-lari di dalam rumah dan adiknya terus saja mengejar hingga si ibu melerai, memanggil salah satunya.
Aku kadang tertawa melihat tingkah mereka.
Tak jarangpun tangis pecah dari salah satunya. Ini biasanya karena maen tangan. Duh masih kecil, tapi namanya juga anak kecil. 'Durung jowo'. Hehehe. Ketika masnya gak mau ngalah, tangan si adik asal mendarat aja di kepalanya. Atau mainannya di lempar ke masnya. Pecahlah suara tangis itu dan melapor pada ibunya.

"Buk, dedek nakal. Huhuhu."

"Dek gak boleh gitu, sini minta maaf sama Mas."

Namanya juga anak kecil, masih sangat polos. Dengan wajah seakan menyesal dan sedih, si adik mendekati mas.

"Ma'ah, Ma. Ma'ah..." (Maaf Mas. Maaf.) Dia belum bisa bilang f sama s. Hihi. Sambil tangannya menyalimi masnya dan mendaratkan punggung tangan si kakak di pipinya. Aku tersenyum melihat adegan itu. Persaudaraan yang kental sekali. Dulu aku dengan ibunya tak pernah seperti itu. Malah diem-dieman kalo lagi marahan. Haha.

Sering sekali seperti itu, masalah sepele. Adiknya lebih sering meminta maaf, entah karena masnya menangis atau marah diganggu adiknya.

Dari mereka bisa kupetik sebuah pelajaran, bahwa kata maaf seharusnya tak merubah suasana sesudah kata maaf itu terlontar. Menghilangkan marah atau tidak suka, kembali seperti sedia kala. Ah orang dewasa kadang suka meruwetkannya. Mereka anak kecil yang polos, selalu membuat orang dewasa tertawa, kadang sebal, marah tapi dibalik semua itu ada cinta yang tak bisa dijelaskan, ada sayang yang teramat dalam. 


"Yang pertama minta maaf adalah si pemberani, yang pertama memaafkan adalah si kuat.." [Tere Liye]




"Kalian tahu, Bibi sangat menyayangi kalian. Semoga kelak menjadi anak yang sholih ya Nak. Berbakti pada orang tua, sukses dunia akhiratnya." aamiin.

Ponorogo, 23/7/16

0 komentar:

Posting Komentar

Ia menjauh dari rindu yang tak pernah pulang. Pergi, melepaskan

Popular Posts