Enter Header Image Headline Here

Jumat, 11 Desember 2015

Berbeda

Kemarin aku telah melupakannya
Setidaknya untuk bebrapa saat aku lupa
Tak sengaja sebuah nama terbaca oleh netra
Memaksaku untuk menghentikan pada lembar itu
Tulisan dan nama itu...
Sempurna aku mengingatnya lagi
Tertulis sejak dua bulan lalu, tentang sebuah nama
Tetntang seseorang nan jauh di sana
Seketika kenang bersamanya hadir begitu saja
Entah sesak entah senang
Senyuman perih mengulum di bibir
Aku menyadari sebuah hal
Bahwa sekarang tak seindah dulu
Ada sekat yang membatasi
Dan waktu justru menebalkannya...

Kau tahu, bagiku ini tak adil?
Kenapa seseorang itu justru menjauh saat luka ini belum sembuh
Aku ingin marah, tapi entah pada siapa...


 11 Desember 2015

Sabtu, 05 Desember 2015

Terimakasih Tuan


Tuan, dulu aku hanya gadis kecilmu yang banyak tanya. Kau bahkan bilang 'Kau kalau bertanya pasti dari pangkal sampai ujung.' Aku cemberut, karena kau tak menjawab semua pertanyaanku. Ah mungkin jawaban itu belum perlu kuketahui ya. Tapi aku tetap ingin tahu, mendesakmu untuk menjawab.
Tuan, kau dulu selalu mendidikku dengan sendi-sendi agama yang baik. Aku sangat ingat, dulu ketika aku sepenuhnya belum paham tentang kewajiban seorang muslim, saat subuh selepas kau pulang dari surau, kau selalu membangunkanku. Selalu. 'Bangunlah Nak, pergi ke belakang dan tunaikan dua rokaatmu' Aku tak langsung bangun, bahkan kadang hanya bilang 'iya' tapi tidak bertindak. Tuan, aku malu mengingatnya.
Kau paham menjaga kami, menjauhkan kami dari api neraka. Maka dari itu, kau terus saja membangunkanku sampai aku benar-benar bangun dan berdiri. Ah Tuan...
Malamnya pula, setelah kau pulang dari surau, kau selalu rajin bertanya padaku 'Sudah sholat?' Dan aku lebih sering menjawab 'belum' Tuan, terimakasih selalu mengingatkanku waktu kecil dulu.
Aku dulu tumbuh menjadi gadis kecilmu yang kuat. Kau mendidikku dengan tidak pernah sekalipun memanjakanku. Mengajariku hidup yang sederhana dan cukup. Aku sadar, aku berbeda dengan gadis-gadis lain. Sekarang aku memahaminya, bahwa hidup harus kuat. Banyak sekali goda dan cobaannya, maka itu seseorang yang tumbuh karena selalu dimanja akan lemah menghadapinya. Tuan, terimakasih untuk dulu yang tak pernah memanjakanku.
Tuan, kau adalah cinta pertamaku. Suaramulah yang pertama kali kudengar, melantunkan nama-Nya. Aku bahagia menjadi bagian dari hidupmu. Aku bahagia memiliki imam sepertimu.
Tuan, terimakasih atas semua pengorbananmu selama ini.
Terimakasih telah menjagaku hingga aku tumbuh dewasa dan memahamkanku dengan pemahaman yang baik ini. Aku menitipkan salam rindu untukmu.
~Untuk Bapak, aku merindukanmu. Merindukan Ibuk juga....
Tanah, Rantau, 3 Desember 2015.
(Hari Raya idul Fitri, 2 tahun yang lalu)


Bulan lalu, Mbak yang moto, diam-diam saat Bapak sedang mengaji. Aku yang meminta, karena rindu Bapak. minta fotonya Ibuk juga, tapi kata Mbak, belum dapet gak ada moment yang pas ngmbil fotonya. hehe

  
Foto bersama untuk syarat daftar Bidikmisi.

Ia menjauh dari rindu yang tak pernah pulang. Pergi, melepaskan

Popular Posts