Enter Header Image Headline Here

Senin, 06 April 2015

Genap 19 Tahun Usiamu

Ranah waktu bergulir menuju semilir
Ombak hidup siap menerjang hingga ke hilir 
Naluri hati terus berkata maju tanpa getir 
Inilah saatnya kau raih impian akhir 

Elakkan semua badai penghalang
Kuatkan raga dan hati untuk menang
Allah bersamamu, jangan menyerah Kawan

Padukan dunia jua imanmu yang kaffah
Ranum buahnya berkibar indah
Andai rizqi datang padamu, janganlah serakah
Sisakan yang pantas untuk sedekah
Emban tangguh jawab penuh ikhlas
Taati orang tua junjung derajatnya
Itulah abdi untuk menuai ridho-Nya
Allah ridho, jika mereka ridho padamu
Wahai Kawan, usiamu bertambah sejatinya waktumu berkurang
Arahkan usaha pada kebahagiaan
Namun jangan lupa akan hidup di keabadian


*Selamat ulang tahun, barokallah fi umrik. Semoga menjadi insan kamil, sukses dunia akhirat, dan bisa mengangkat derajat orang tua. Tambah sholih tambah baik segalanya. Aamiin. 



Dariku, Pengagum Rahasiamu
Ponorogo, 06 April 2015

Jumat, 03 April 2015

RINDU DIATAS SALJU


Tepat puku 23.00 jam beker di kamarku berbunyi, bertubrukan dengan mp3 yang kuputar sejak tadi. Lantas kuraih benda kecil itu di atas meja belajar. Dan klik! Mati.


Entah sudah berapa kali 'Lembayung Bali' milik Saras Dewi menggema di ruang berukuran 4x3 ini. Sengaja memang setting repeat ku'of'kan, agar lagu ini yang terus berputar.

Jua, entah sudah berapa banyak air mataku menetes. Setelah sholat isya' tadi, air mata ini masih belum mau berhenti.
Duh Gusti, Seperti inikah rindu pada ukhuwah itu?

Aku bersujud, meluapkan semua keluh kesahku pada-Nya. Semakin lama, malah ia mengalir semakin deras. ALLAH, rintih hatiku.


Bersamaan dengan bulir air mata yang jatuh, kenangan itupun kembali menyeruak dalam benakku. Ya Rabb? Pedih sekali rasanya. Andai boleh meminta, mungkin akan lebih baik, jika aku dulu tak pernah mengenalnya.

Namun takdir Allah jauh lebih baik, meski terkadang tidak sedikit manusia menganggapnya buruk dan menyedihkan.

Tidak! Aku tidak menyesali perkenalan itu. Justru aku merasa sangat beruntung telah mengenalnya. Meskipun keadaan sekarang tak seindah awal perkenalan dulu.

Aku bahagia mengenalnya, bersyukur. Dia yang sedikit banyak merubah kehidupanku. Melalu dialah Allah mencurahkan hidayah-Nya padaku.
Ya, walau ukhuwah itu terjalin di atas jarak yang jauh. Aku ingin mengatakan ini padanya 'Ana Uhibbu fillah'

Terkadang diri ini merasa aneh dan asing merasakan kasih sayang itu. Ah, salahkah?


Harus bagaimana meluruhkan rindu itu, jika kenyataannya tak seindah dulu?
Terkadang memang mulut ini enggan berucap rindu, namun akankah hati bisa kubohongi? Aku rasa tidak.

Akalku mengatakan benci, kecewa, marah tetapi apakah hatiku mengatakan itu pula? TIDAK!
Sayang itu tetap ada. Tetap tumbuh, disini.

Aku lelah, setiap kali merindu yang ada bukan respon yang membahagiakan. Malah sebaliknya.
Aku tak menyalahkannya. Sangat maklum jika keadaanlah yang merubah semua itu.

Seperti merindu di oase salju. Dingin!.
Membuat diriku menggigil menahan dinginnya. Tak ada sesuatu yang memeluk hatiku kala rindu ini memuncak.

Aku tau, bukan aku saja yang merindu. Kaupun jua sama sepertiku.
Mungkin seperti inilah merindu dalam oase salju.
Yang dirindu ternyata menyuguhkan tangis yang tiada henti.

Kini akhirnya, jika memang tak ada celah lagi untuk seperti dulu, mungkin menjauh bisa mengikis rasa yang 'berlebih' ini...


INI YANG TERAKHIR!!!

Rindu dan Kesederhanaan dalam Penantian

Membayangkanmu saja itu sudah cukup mengobati gemuruh rindu dihatiku.
Ingin rasanya menyapamu dengan tenang, namun aku tak mampu.
Inginku menatap matamu tapi gelisah yang kurasa.
Mulutku enggan membuka saat kau ada didekatku.
Melihat sinar tatapan yang menentramkan nan bijak, itu jauh aku tak sanggup melakukannya.
Aku takut..
Teramat takut jika kau tau rasa ini. Sedangkan sedari dulu aku telah membingkainya rapat-rapat bersama rinduku.
Terlalu bodoh mungkin, berhari-hari bahkan berbulan-bulan kau terus menjamah fikiranku, hingga tak ada yang ku gelisahkan selain rasa ini untukmu.
Aku hanya ingin kesederhanaan dalam mengagumimu. Ya
mengagumimu dalam diam tanpa bertindak. Dalam bisu tanpa kuberkata. Hingga waktu yang mampu membongkar rahasia hatiku.

Aku tak butuh penampilan yang sempurna agar kau memilihku.
Aku juga tak akan berdandan atau bermake up tebal agar kau juga mencintaiku.
Aku hanya memiliki sepotong hati yang tulus mencintaimu, apa adanya tanpa berharap lebih darimu, biarkan Tuhanku yang memberi balasan atas apa yang kulakukan. Kuyakin semua kan Indah pada Waktunya.
Dan penantianku ini akan berbuah manis walaupun sekarang pahit yang kurasa.


Ponorogo, 22:33, 14-10-13

Kenang dalam Rerintik Hujan

Dingin menyergap kalbu
Kala rintik runtuh memburu
Menyentuh dinding gubuk yang rubuh
Duh, rindu datang menggebu.

Sekelebat rupa menyapa
Membawa kenang suka nan duka
Menuju peraduan penuh luka
Namun jua menitip segudang bahagia

Hei rintik, datangkan cerita yang indah
Bawa diriku bebas tanpa resah
Merasakan sejuknya air langit yang menggairah
Membeku bersama kenang yang tak berkesudah

Hujan selalu menyimpan kenang
Aku dan kau dalam senang
Menyambut pelangi tersenyum riang
Abadi selamanya tanpa batas pandang

Rerintik jatuh pada bumi tandus
Tersenyumlah penduduk bumi yang haus
Menghilangkan dahaga rindunya
Yang menggunung saat kemarau menyapa

Kala rintik menyurut tipis
Perlahan menyentuh pelipis
Rasa rindu semakin mengemis
Apalagi kenang semakin tak habis-habis

Aduhai, bersama tetesnya yang turun
Kenang itu menguap di ubun-ubun
Pun rindu semakin nyata
rupanya
Menyapu segala rasa dalam dada

Hujan ...
Bulirmu hadirkan tentram
Karenamu mampu kusapa dirinya
Lewat doa-doa yang menjulang ke langit
Tak habis terpanjat meski
rintikmu telah usai

Akan kukatakan padamu
Hujan selalu membantu
menemukanmu
Dalam beningnya yang mengalun
Saat mereka tak menyadarinya
Aku bahagia
Meski adamu tak sepanjang masa
Meski ingatanmu tak selalu tertuju padaku
Namun kenang akan terekam selamanya
Karena ada kenang dalam rintik hujan.


PONOROGO, 06 Januari 2015

Tentang Nikmat-Nya


Fabiayyi alaai Robbikuma Tukadziban?
Pagi-Nya datang mengetuk jiwa yang mati
Dingin berselimut kabut putih pasi
Panggilan-Nya terdengar seantero negeri
Tapi siapa saja yang bangun pagi?
Apakah kita lupa perintah-Nya?


 
Tetes embun basahi tanah merah
Rupa insan bangun merekah
Menghirup udara tanpa biaya
Sepuasnya tanpa bersusah payah
Lalu, nikmat Tuhan mana yang akan kau dustakan?

Terik matahari hiasa langit yang memanas
Sinari bumi yang luas
Tiada lelah memutari bumi
Mengarungi langit yang tiada henti
Lalu, tidakkah kau berfikir bagaimana ia dijalankan?

Seyogyanya manusia wajib panjatkan syukur
Bukan melebur menjadi kufur
Pula, mengabdi pada Pemberi
Yang selalu tercurah nikmat yang tak terperi
Lalu, nikmat Tuhan mana yang akan kau dustakan?


Hai jiwa-jiwa yang beriman
Bersyukurlah pada setiap pemberian-Nya
Jangan kufur jangan lupa syukur
Semua itu akan kau pertanggung jawabkan, kelak di kehidupan abadimu.

Ia menjauh dari rindu yang tak pernah pulang. Pergi, melepaskan

Popular Posts